Penyebutan Angklung Diminta Diluruskan




Ahli waris maestro angklung Daeng Soetigna, meminta penyebutan angklung modern yang salah selama ini, baik oleh masyarakat maupun media massa, diperbaiki. Angklung modern tak boleh disebut angklung saja, tapi harus angklung padaeng.

Erna Ganarsih Pirous, putri Daeng Soetigna, menyampaikan hal itu ketika bertemu anggota DPR dari Komisi X,Theresia Pardede, dalam FGD “Skema Road Map Angklung Indonesia” di Gedung Pramuka, Jalan RE Martadinata,Kota Bandung,kemarin. Angklung modern diciptakan almarhum Daeng Soetigna 1938 dengan mengubah nada pentatonis menjadi nada diatonis- kromatis. Tetapi, masyarakat kini terlanjur menyebut angklung ciptaan Daeng Soetigna itu dengan “angklung” saja seolah-olah sama dengan angklung tradisional.

Padahal keduanya berbeda. Angklung tradisional memiliki nada daminatilada seperti angklung buncis, angklung baduy, angklung dogdog lojor. Sementara angklung modern bernada doremifasolasido,tidak lain adalah angklung ciptaan Daeng Soetigna yang sebenarnya sejak dulu punya nama sendiri yakni angklung padaeng.

Konsultan dan dosen pascasarjana HaKI Institut Teknologi Bandung Rizki Adiwilaga menjelaskan, Daeng Soetigna sebagai pencipta angklung diatonis- kromatis memiliki hak natural untuk dicantumkan namanya dalam penyebutan angklung modern. “Penyebutan angklung padaeng harus,tidak bisa tidak dilakukan. Ini kewajiban moral terhadap warisan almarhum Pak Daeng yang tak bisa kita tinggalkan begitu saja,”begitu katanya. 

Dalam menyusun road map angklung, kata Rizki, sejarah harus disampaikan sejak awal agar nantinya tidak salah. “Pemerintah saja belum tahu jenis angklung itu ada apa saja,” beber Rizki yang juga anggota tim pakar Genetic Resources Traditional Knowledge and Folklore (GRTKF) di Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Lingkungan Hidup. Menurut Rizki, angklung yang diakui UNESCO sebagai budaya benda warisan manusia (intangible cultural heritage of humanity), merupakan angklung secara umum (generik). 

Sementara angklung padaeng adalah angklung secara khusus. Bisa saja, kata Rizki, ahli waris menuntut hak ekonomi atas angklung modern. Merespons itu, anggota DPR Tere berjanji memperjuangkan aspirasi yang diutarakan para peserta FGD terutama dari ahli waris Daeng Soetigna. FGD kemarin sengaja digelar Tere dalam masa resesnya sebagai legislator yang mewakili rakyat Jawa Barat. ? Sumber
Previous PostOlder Post Home